Islam mengajarkan bahwa lelaki adalah Qowwam bagi wanita seperti disebutkan dalam firman Alloh:
الرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوْا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ...
“Para
lelaki adalah Qowwam bagi para wanita sebab keutamaan yang diberikan
oleh Alloh kepada sebagian (lelaki) atas sebagian yang lain dan sebab
yang mereka belanjakan dari harta mereka...”QS an Nisa’: 34.
Ayat
ini banyak disalah artikan sebagai sebuah nash yang menyatakan bahwa
lelaki adalah penguasa atas wanita. Keadilan akan lebih terasa jika
kata Qowwam diartikan sebagai orang yang banyak tanggung jawab. Dengan
begitu makna ayat ini adalah bahwa lelaki (suami) memiliki banyak
tanggung jawab kepada wanita (isteri). Dan memang pada kenyataannya
demikian, lelaki kendati berhak mendapat pengabdian dari isteri tetapi
di sisi lain banyak beban juga menumpuk di pundak lelaki. Beban
tanggung jawab atau secara halus tugas yang dimaksud adalah seperti
berikut:
1) Memberi Nafkah
إِنَّ
مِنَ الذُّنُوْبِ ذُنُوْبًا لاَ يُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ وَلاَ الصَّوْمُ
وَلاَ الْحَجُّ وَيُكَفِّرُهَا الْهَمُّ فِى طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ
“Sesungguhnya
sebagian dosa- dosa ada dosa – dosa yang tidak bisa dilebur oleh
sholat, tidak puasa dan tidak haji. Dosa – dosa itu (ternyata hanya
bisa) dilebur oleh susah dalam mencari nafkah”[2]
Kesusahan
dan kesulitan mencari nafkah Halal terkadang bisa membutakan mata
banyak orang sehingga diperlukan keteguhan dan kekuatan hati untuk
berusaha maksimal menghindari jalan haram. Keteguhan itu bisa jadi
datang dari suntikan semangat seorang isteri. Para wanita sholehah
zaman dahulu senantiasa berpesan kepada suaminya yang hendak pergi
mencari nafkah, “Waspadalah dan berhati – hatilah dari jalan haram.
Sungguh kami rela dan bisa menahan rasa lapar tetapi kami tak kuasa
menahan panasnya api neraka”. Sebaliknya terkadang justru isteri
sendiri yang mendorong dan menjadikan suami bertindak nekat dan buta
mata menghalalkan yang haram dalam menjemput rizki dari Alloh. Apakah
ada isteri semacam ini? Jawabnya jika memang tidak ada tentu Rosululloh
SAW tidak bersabda yang artinya, “Sesungguhnya Fussaaq itu penduduk
neraka” dikatakan, “Duhai Rosululloh, siapa Fussaaq itu?” Beliau SAW
menjawab, “Para wanita” seorang berkata, “Bukankah para wanita adalah
para ibu, saudara dan isteri – isteri kita?” Nabi SAW menjawab, “Memang
begitu, tetapi mereka jika diberi tidak pernah berterima kasih dan jika
diuji maka tidak pernah bersabar”[3]para
isteri yang tidak berterima kasih dan selalu menuntut lebih dari suami
inilah yang seringkali memberi andil dalam ketidakberesan suami ketika
mencari nafkah. Karena itu duhai para wanita saudara
Fathimah al Batuul, berterima kasihlah. Dukung dan kuatkan hati suami
untuk bisa teguh meniti jalan Halal. Terimalah dengan lapang dada
segala kekurangan. Jangan anda banyak menuntut. Sungguh tanpa anda
tuntut pun naluri suami adalah ingin memberi yang terbaik dan terbanyak
buat isteri. Sungguh hati suami merasa sedih bila melihat isteri kurang
tercukupi dan akan semakin bertambah sedih bila isteri menuntut yang
lebih.
2) Pergaulan yang Baik.
Abdulloh
bin Abbas ra, pernah mengatakan, “Sungguh aku sangat suka berhias diri
untuk isteri seperti halnya aku sangat senang hati melihat isteri
berhias untukku”. Bila tugas wanita adalah senantiasa bisa membuat
suami tentram dan senang maka sebaliknya tugas lelaki adalah
mempergauli isteri dengan baik, “Dan pergaulilah isteri – isteri kalian
dengan baik”QS an Nisa’: 19, dan salah satunya adalah dengan
membersihkan dan menghias diri sebagaimana biasa dilakukan oleh Ibnu
Abbas ra. Artinya jika suami membutuhkan wanita yang bersih dan pandai
menghias diri maka sebaliknya isteri juga demikian, ia juga senang bila
melihat suami tampil cantik dan menarik.
Selain
itu suami harus bersikap santun dan berlapang dada menghadapi
kekurangan isteri. Sebab kekurangan itu tidak lebih hanya duri yang
melekat pada ikan. Ingat Umar ra yang hanya diam dan mendengar celoteh
isterinya. Prinsip Beliau, kendati isteri berkata begini
dan begitu yang menusuk perasaan tetapi ia tetap memasak dan membikin
roti serta merawat anak – anak.
لاَ يَفْرَكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ سَخِطَ مِنهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا أُخْرَي
“Jangan
seorang mu’min (suami) membenci mu’minah (isteri). Jika ia marah
terhadap salah satu prilaku isteri maka pasti ia rela terhdap prilaku
lain darinya” HR Muslim.
Memang tidaklah muda berlapang dada menghadapi prilaku buruk isteri Nabi SAW
sendiri pernah sampai menjatuhkan talak kepada Hafshoh binti Umar ra
sebelum akhirnya Jibril datang dan meminta agar kembali merujuk
Hafshoh. Beratnya berlapang dada inilah yang kemudian menjadikan tidak
setiap suami bisa melakukannya.
3) Menjaga dan Mendidik
Dibanding
dengan dua poin di atas, tugas menjaga dan mendidik isteri mungkin yang
paling repot. Ini terbukti dengan banyaknya suami yang hanya sibuk
mengurus belanja isteri dan bagaimana cara menjaga kemesraan. Sementara
tugas penting yang berupa mengontrol prilaku isteri terabaikan. Fungsi
utama dari tugas ini adalah menjauhkan isteri dari neraka serta
mengajaknya bersama ke surga. “Jagalah diri dan keluargamu dari
neraka!”QS at Tahriim: 6. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam
tanggung jawab menjaga dan mendidik ini yaitu; a) mengontrol sholat dan
puasa isteri, “Jika wanita sholat lima waktu, puasa sebulan penuh
(Romadhon), menjaga kemaluannya dan taat pada suaminya maka ia pasti
masuk surga Tuhannya” (HR Ibnu Hibban dari Abu Huroiroh). b)
mengajarkan kedermawan, sifat pemurah dan peduli kepada sesama, “Wahai
Aisyah, belilah dirimu dari Alloh meski hanya dengan secuil kurma Aku
sama sekali tidak bisa menanggungmu dari Alloh” dalam riwayat lain
dengan teks hadits, “Wahai Aisyah, berhijablah dari neraka meski hanya
dengan secuil kurma” HR Thobaroni. c) mengajarkan isteri
supaya tidak melakukan aktifitas Tabarruj yakni membuka aurat. Artinya
mewajibkan isteri supaya berjilbab. “Dan janganlah kalian melakukan
Tabarruj seperti orang – orang jahiliyyah” QS al Ahzaab: 33. “Wahai
Nabi, katakanlah kepada para isterimu, anak – anak perempuanmu...dan
para wanita beriman supaya mereka menjuntaikan jilbab merekaa....” QS
al Ahzaab: 59 “...dan jangan mereka menampakkan perhiasaan mereka
kecuali kepada suami – suami mereka”QS al Ahzaab: 31. Imam al Farro’
menyebutkan bahwa maksud Tabarruj adalah memakai pakaian transparan
hingga warna dan lekuk tubuh kelihatan. Sementara berjilbab seperti
lazim dimengerti adalah memakai pakaian yang bisa menutup seluruh tubuh
kecuali wajah dan kedua telapak tangan.
Seorang
teman mengatakan: Para wanita sekarang banyak yang hanya menjadi isteri
suami pada malam hari sementara di siang hari menjadi isteri banyak
lelaki. Saya bertanya kenapa demikian? Teman saya itu menjawab, “Ia,
karena wanita biasa telanjang di malam hari dan hanya dilihat oleh
suami. Sementara di siang hari banyak para wanita biasa membuka kepala,
leher, bentuk dada, paha, betis dan kaki sehingga banyak lelaki lain
selain suaminya bisa menikmati keindahannya”. Selanjutnya disarankan
bagi para suami agar memberikan waktu yang banyak untuk isteri agar
tetap di rumah dan tidak membiarkan begitu saja isteri pergi ke sana
kemari tanpa ada urusan jelas dan mendesak. Sebab semakin banyak wanita
beraktifitas di luar rumah maka semakin banyak pula waktu mengurus
rumah terbuang dan seperti diyakini oleh banyak orang sholeh bahwa
banyak beraktifitas di luar rumah justru menimbulkan efek yang tidak
baik bagi moral isteri.
Selain
itu, suami hendaknya tidak dengan mudah memberikan kesempatan kepada
dokter pria untuk memeriksa kesehatan isteri kecuali dalam keadaan
terpaksa. Atau jangan pula dengan mudah menerima pembantu rumah tangga
lelaki sementara tugas – tugas yang diberikan bisa dan mungkin
dikerjakan oleh pembantu wanita. Kisah Nabi Yusuf as dan Zulaikho’
disebut dalam Alqur’an bukan berarti tanpa tujuan. Sungguh salah satu
tujuan yang mesti dimengerti dari pemaparan kisah tersebut adalah bahwa
keberadaan lelaki lain (Ajnabi) yang tidak mahrom bagi isteri dan hilir
mudiknya di rumah kita suatu saat pasti akan membawa bencana.
Cemburu untuk Isteri
Prof DR As Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki mengatakan[4]
bahwa cemburu (Ghoiroh) kepada isteri dan wanita yang menjadi tanggung
jawabnya merupakan suatu moral terpuji dan sangat dituntut Islam serta
memang secara akal harus muncul. Sungguh sangat sayang ketika sebagian
orang yang berlabelkan cendikiawan dan lokomotif kemajuan justru salah
merespon kecemburuan ini dan mengeluarkan kritik menyakitkan berupa
tuduhan bahwa kecemburuan ini tak lain adalah bukti kebodohan, goblok
dan fanatik serta bertentangan dengan ilmu kemajuan. Sungguh tuduhan
seperti ini tidak lebih adalah bisikan – bisikan setan yang menjelma
melalui pemahaman dan lisan para cendikiawan yang cara berfikirnya
sudah terkontaminasi atau bahkan teracuni oleh peradaban rendah Barat
dan Eropa....
Kembali
kepada cemburu untuk isteri, dalam hal ini selama cemburu dalam batas
yang normal maka Islam sangat mendukung dan memujinya. “Apakah kalian
heran dengan kecemburuan Sa’ad? Sungguh aku lebih pencemburu daripada
Sa’ad dan Alloh lebih pencemburu daripada aku” “Tiada seorang yang
lebih pencemburu melebihi Alloh. Karena itulah Dia mengharamkan
keburukan – keburukan (Fawaahisy) HR Bukhori dan masih banyak lagi
hadits Nabi SAW yang intinya memupuk dan menumbuhkan kecemburuan para
suami untuk isterinya. Ini karena meski secara naluri dalam diri
manusia telah tertanam rasa cemburu kendati demikian kadar kecemburuan
masing – masing orang berbeda. Jika Uwaimir al Ajlaani pernah bertanya
bagaimana bila suami melihat lelaki lain bersama isteri, apakah ia
membunuh lelaki itu ataukah bagaimana? maka lain halnya dengan Sa’ad
bin Ubadah. Ketika ditanya Rosululloh, “Wahai Sa’ad bagaimana jika kamu
mendapati isterimu bersama lelaki lain?” maka Sa’ad bin Ubadah dengan
mantap menjawab: “Saya pasti membunuh lelaki itu” mendengar jawaban ini Nabi SAW lalu bersabda seperti tersebut.
Selain
Sa’ad bin Ubadah dan Uwaimir al Ajalaani, dari kalangan sahabat banyak
sekali kisah yang menggambarkan betapa mereka adalah manusia yang
bergengsi dan memiliki Muru’ah tinggi. Salah satu wujud dari Muru’ah
tersebut adalah perhatian mereka akan masalah ini. Salim bin Ubed bin
Robi’ah sejak kecil diasuh dan hidup bersama dalam keluarga Abu
Hudzaifah ra. Ketika Salim sudah besar dan mengerti seperti apa yang
dimengerti oleh kebanyakan lelaki maka Abu Hudzaifah merasa risih dan
tidak suka. Kecemburuannya sebagai suami yang isterinya banyak
berinteraksi dengan lelaki lain muncul hingga isterinya Sahlah binti
Suhel akhirnya datang kepada Rosululloh SAW untuk mengadukan masalah
ini. Oleh Nabi SAW, Salim mendapat izin dan kemurahan sehingga mulai saat itu perasaan Abu Hudzaifah kembali tenang[5].
Meskipun rasa cemburu suami untuk isteri menunjukkan akan kredibilitas
dan kesungguhan suami menjaga dan mendidik isteri akan tetapi tidak
semestinya cemburu itu terus menerus dituruti. Sebab bisa jadi cemburu
itu datang menyerang tanpa alasan yang jelas. Cemburu seperti inilah
yang menjadikan isteri merugi. Nabi Dawud as pernah berpesan kepada
Nabi Sulaiman as: “Wahai anakku, jangan kamu banyak cemburu kepada
isterimu tanpa ada alasan. Sebab dengan begitu kamu menjadi sebab
isterimu dituduh yang bukan – bukan padahal ia bersih dari semuanya”.
Sebaliknya
ketika seorang suami sama sekali tidak cemburu jika isterinya membuka
aurot, ada lelaki tidak mahrom yang dengan bebas keluar masuk rumah
mereka maka suami model begini ini mendapat predikat dari Rosululloh
SAW sebagai seorang Dayyuts atau Shoquur di mana dua kata ini dalam
sebagian Kamus Arab Indonesia diartikan Germo. Dari Amar bin Yasir ra
Nabi SAW bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ أَبَدًا الدَّيُّوْثُ وَالرَّجُلَةُ مِنَ النِّسَاءِ وَمُدْمِنُ الْخَمْرِ
“Tiga
orang yang tidak akan masuk surga; yaitu orang yang menjual kehormatan
keluarganya (Dayyuts), wanita yang menyerupai lelaki dan peminum
Khomer” HR Thobaroni.
Masih
tentang tugas suami sebagai Qowwaam, ada banyak hal yang menjadi alasan
kenapa lelaki yang memiliki tugas ini dan bukan sebaliknya. Hal
tersebut adalah: 1) Pria lebih kuat dan tangguh dibanding wanita dalam
mengemban beban di medan kehidupan. Proyek – proyek besar dikendalikan
oleh kaum pria. Peperangan juga dipimpin oleh pria, 2) Akal dan agama
lelaki mengungguli wanita dengan nash hadits riwayat Ibnu Umar bahwa
Nabi SAW bersabda yang artinya, “Tak kulihat dari yang kurang akal dan
agama yang mengalahkan yang memiliki akal (kaum pria) daripada salah
seorang kalian (para wanita)” HR Abu Dawud, 3) Kesaksian dua orang
wanita sejajar dengan kesaksian seorang pria. Firman Alloh, “....maka
jika dua saksi itu tidak dua orang lelaki maka seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari orang – orang yang kalian rela mereka menjadi para
saksi”QS al Baqoroh: 282, 4) Wanita tidak dituntut menghadiri jamaah
sholat, “Sholatmu di rumahmu lebih utama daripada sholatmu di masjid
kaummu” HR Ahmad – Thobaroni, 5) Wanita tidak wajib sholat Jum’at,
“Jum’at wajib bagi setiap orang Islam dalam berjamaah kecuali empat
oran; hamba sahaya, wanita[6], anak kecil atau orang sakit” HR Abu Dawud, 6) Lelaki boleh menikah dengan empat wanita dengan syarat bisa berbuat adil[7]
di antara mereka. Sementara bagi wanita hanya diperkenankan memiliki
seorang suami, 7) Dalam warisan bagian wanita separuh bagian lelaki,
“Bagi lelaki seperti bagian dua wanita” QS an Nisa’: 11, 8) Wanita
tidak boleh pergi sendirian tanpa disertai Mahrom. Suatu
hal yang mesti difahami bahwa kelebihan – kelebihan tersebut adalah
kelebihan dalam sisi jenis lelaki atas jenis wanita, bukan keunggulan
masing – masing individu pria mengalahkan per individu wanita. Wallohu
A’lam.
[1] HR Hakim dan Ibnu Majah. Lafazh milik Ibnu Majah. Lihat Targhib Wa Tarhiib Bab at Targhiib Fiktisaabil Halal.
[2] HR Thobaroni. Dalam riwayat Dailami juga disebutkan sabda Nabi SAW:
إِنَّ فِى الْجَنَّةِ دَرَجَةً لاَ يَنَالُهَا إِلاَّ أَصْحَابُ الْهُمُوْمِ
“Sesungguhnya di surga
ada derajat yang tidak bisa didapatkan kecuali oleh para pemilik
kesusahan (susah dalam mencari ma’isyah / penghidupan)”
[5] Kisah tentang hal ini bisa dilihat dalam Shohih Muslim Kitaabur Rodhoo’ Bab Rodhoo’atul Kabiir Hadits No 1453.
[6]
Meski tidak wajib tetapi wanita boleh ikut jamaah jum’at dan tidak usah
lagi melakukan sholat Zhuhur. Ini adalah satu bentuk gugurnya amal
wajib dengan melakukan aktivitas amal sunnah.
[7][7] Adil di sini adalah adil dalam menggilir (al Qosmu). Adapun
Adil dalam cinta dan senggama maka itu di luar batas kemampuan manusia.
Sebab masing – masing isteri tentu memiliki daya tarik yang berbeda.
Nabi SAW sendiri selaku manusia terbaik seperti disebutkan oleh Aisyah
ra bersabda, “Ya Alloh, inilah gilir yang bisa saya lakukan. Maka jangan Engkau mencelaku dalam sesuatu yang tak bisa saya lakukan” HR Ashhaabus Sunan.
|
Menjadi QOWAM (Penanggung Jawab) Yang sukses
Author:
Unknown
Genre:
»
tinta santri
Rating
Posted by Unknown
Posted on