Nabi Muhammad Saw berulang kali mengaku diperintahkan untuk menyatakan, "Aku tidak lain dari manusia seperti kamu juga, hanya saja aku mendapat wahyu." Mendapat wahyu itulah yang membedakan manusia ini dengan manusia lain. Akan tetapi, perlu di ingat bahwa beliau mendapat wahyu karena beliau adalah manusia ag
ung, seperti yang terdapat dalam firman Allah kepadanya,
Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. Demikian konsiderans pangangkatan beliau sebagaimana di abadikan oleh QS Al-Qalam (68) : 4.
Hidupnya sangat sederhana. Beliau tinggal di sebuah pondak kecil beratap jerami. Kamat-kamarnya disekat dengan batang pohon palem dan direkat dengan Lumpur. Beliau sendiri yang menyalakan api, memerah susu, dan menjahit pakaiannya yang robek.
Beliau tidak pernah memukul siapa pun. Makiannya yang paling buruk adalah, "Apa yang terjadi padanya ? Semoga dahinya berlumuran Lumpur." Pembantunya, Anas bin Malik, berkata, epuluh tahun aku bekerja padanya, tapi tidak sekalipun beliau berkata 'cis' kepadaku."
Ketika ada yang memintanya mengutuk seseorang, beliau menjawab, "Aku di utus bukan untuk mengutuk, tetapi untuk mengajar."
Kemenangan pasukannya tidak membuatnya angkuh. Beliau memasuki kota makkah-yang penduduknya pernah mengusirnya-dengan menundukkan kepala sambil manamai bekas orang yang memusuhinya dengan "saudara yang mulia, atau Putra saudara yang mulia."
Teladan yang Baik
Muhammad Saw adalah uswah (teladan) dalam sifatnya yang luhur. Adalah Al-Qur'an Al-Karim sendiri yang menegaskan, Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah (Muhammad Saw) teladan yang baik bagi siapa yang mengharap (anugrah) Allah dan (ganjaran di) Hari Kemudian, serta banyak menyebut nama Allah (QS Al-Ahzab [33] : 21).
Bagaimanakah peneladanan itu harus dilakukan? Mengapa dan sampai di mana batas-batasnya? Kesemuanya merupakan bahan perbincangan para pakar dan ulama.
Allah Swt mempunyai tujuan-tujuan tertentu pada penciptaan alam raya ini. Allah Swt bergirman, Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main (QS Al-Anbiya' [21] : 16). Banyak hal dilakukan Allah berkaitan dengan tujuan penciptaan tersebut, salah satu di antaranya adalah mengutus para Nabi dan Rasul untuk memberi petunjuk dan contoh pelaksanaan bagi masyarakat tertentu, atau umat manusia secara keseluruhan.
Dalam konteks uraian tentang tujuan penciptaan, ada beberapa hadis Nabi Saw. Yang nilai kesahihannya menjadi bahan pembicaraan.
Al-Imam Al-Subki, dalam bukunya, Ta'zhim Al-Minnah, mengutip hadis yang diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dan yang dinilainya sahih bahwa Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, "Kuntu Nabiyyan wa Adam baina ar-ruh wa al-jasad" (Aku telah menjadi Nabi saat Adam masih dalam proses antara ruh dan jasad).
Al-Subki sendiri mengakui bahwa sulit memahami makna hadis ini. Sebab, ia menyangkut satu persoalan metafisika yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh nalar. Akan tetapi, yang jelas, bahwa rencana Tuhan menyangkut pribadi agung itu sudah ada sejak semula. Salah satu rencana tersebut adalah menjadikan beliau sebagai uswah hasanah (teladan yang baik). Sementara pakar melihat sekian banyak bukti tentang rencana Allah itu dalam perjalanan hidup Nabi sejak lahirnya.
Sejumlah ahli pendidikan, misalnya, berpendapat bahwa pada umumnya kepribadian seseorang dibentuk oleh ibu, bapak, sekolah dan lingkungannya. Rupanya Allah mempersiapkan manusia agung ini untuk di didik sendiri sehingga beliau terbebaskan dari seluruh factor itu. Beliau terhindar dari acuan ayah yang wafat sebelum beliau lahir. Dari acuan ibu pun demikian. Bukankah beliau kembali kepada ibunya ketika berusia sekitar lima tahun, tetapi itu hanya untuk beberapa bulan saja. Sebab, beberapa saat kemudian ibunya wafat, setelah sempat membawa putra satu-satunyan ini menziarahi makam ayahandanya. Bukankah ini merupakan rencana Tuhan untuk menjauhkan sang anak dari acuan pendidikan bapak dan ibu, yang merupakan dua factor utama dalam pembentukan pribadi seseorang?
Di sisi lain, beliau tidak mengenal baca-tulis, dan tidak pula pernah duduk di bangku sekolah. Yang ini pun bertujuan agar sekolah dan bacaan apapun tidak menyentuh dan memperngaruhinya. Terakhir, beliau bermukim dan di utus dari satu tempat yang relative jauh dari peradaban, agar beliau terhindar dari segala macam polusi yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhannya.
Demikian, terbukti keterbatasan Muhammad Saw dari segala macam acuan yang dapat membentuk kepribadiannya. Itu semua dimaksudkan agar pribadi ini mendapat didikan langsung dari Allah Swt sesuai dengan sabdanya, Addabani Rabbi, fa ahsana ta'dibi" (Tuhanku mendidikku, maka sungguh baik hasil pendidikanku).
'Abbas Mahmud Al-Aqqad, dalam bukunya, 'Abqariyah Muhammad, menjelaskan, "Ada empat tipe manusia : pemikir, pekerja, seniman, dan orang yang jiwanya larut di dalam ibadah." Jarang di temukan satu pribadi yang berkumpul dalam dirinya, dalam tingkat yang tinggi, dua dari ke empatnya berkumpul pada diri seseorang. Akan tetapi, orang yang mempelajari pribadi Muhammad Saw pasti akan menemukan bahwa ke empatnya bergabung dalam peringkatnya yang tertinggi pada diri beliau. Padahal banyak factor negative yang menyertai perkembangan dan pertumbuhannya. Berkumpulnya ke empat kecenderungan atau tipe manusia tersebut dalam kepribadian Rasul, dimaksudnya adar seluruh manusia dapat meneladani sifat-sifat terpuji pada pribadi ini.
Mengharapkan Anugrah Ilahi
Muhammad Saw lahir di Makkah dalam keadaan yatim, dan dibesarkan dalam keadaan miskin. Tidak belajar pada satu kesatuan pendidikan, tidak "pandai", bahkan tidak dapat membaca dan menulis. Hidup dalam lingkungan yang terbelakang. Namun, semua factor itu tidak membawa dampak negative sedikitpun pada keutuhan pribadi manusia agung itu. Bahakn sebaliknya. Sejumlah ahli-dari berbagai agama dan disiplin ilmu, tempat dan waktu yang berbeda, serta dengan aneka ragam tolok ukur-bersepakat bahwa Muhammad Saw adalah satu di antara manusia agung yang pernah di kenal oleh sejarah kemanusiaan.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya, mengemukakan bahwa dalam soal-soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, tetapi dalam soal-soal keduniaan, ia merupakan anjuran. Dalam soal keagamaan, beliau wajib diteladani selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah anjuran. Sementara pakar agama menetapkan bahwa dalam persoalan-persoalan keduniaan, Rasul Saw telah menyerahkan sepenuhnya kepada para pakar di bidang masing-masing sehingga keteladanan terhadap beliau tidak dimaksud pada hal-hal yang berkaitan dengan soal-soal keduniaan. Ketika beliau menyampaikan bahwa pohon kurma tidak perlu "dikawinkan" untuk membuahkannya, dan ternyata informasi beliau tidak terbukti di kalangan sekian banyak sahabat, Nabi Saw menyampaikan, "Apa yang kusampaikan menyangkut ajaran agama, maka terimalah, sedangkan kamu lebihtahu persoalan keduniaanmu."
Demikian sedikit tentang Nabi yang selalu di peringati kelahirannya, dan disebut-sebut namanya setiap hari oleh ratusan juta manusia. Namun, sebanyak apapun uraian tentang beliau, ia tetap sedikit. Yang sedikit ini semoga dapat menjadi bagai isyarat jari telunjuk. Jari telunjuk lebih memuaskan jika menunjuk kegunung yang tinggi ketimbang lengan jika bermaksud merangkulnua. Di sisi lain, perlu didasari bahwa membicarakan seseorang sering kali menambah agungnya tokoh tersebut, dan sering kali pula pembicara tidak memperoleh sesuatu dari hasil pembicaraannya.
Berbeda dengan itu adalah membicarakan Nabi Muhammad Saw Pembicaraan tentang beliau tidak menambah keagungannya karena sifat-sifat terpuji beliau telah memenuhi wadah keagungan sehingga meluap, dan luapan itu, pada akhirnya, diraih oleh orang yang membicarakan beliau. Yang membicarakan beliau juga memperoleh ganjaran yang tidak sedikit dari Allah Swt sebab, memuji dan memohonkan shalawat dan rahmat untuk beliau adalah sesuatu yang di anjurkan, bahkan dilakukan oleh Allah Swt bersama para malaikat-Nya.