“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka...” QS At Taubah:111.
Sesungguhnya dunia hanyalah titipan-titipan belaka sebagaimana dikatakan oleh Labid:
Tiadalah harta benda dan keluarga kecuali hanya titipan
Dan sudah pasti pada suatu hari titipan-titipan mesti dikembalikan
Dunia tidak sebanding dengan diri seorang mukmin sebagai harga keimanannya yang merupakan sesuatu yang melekat dalam hati dan dibenarkan oleh amalan. Tidak pula
sebanding dengan apa yang didapatkan seorang mukmin sebagai harga jihadnya yang didasari oleh keimanannya. Karena inilah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
sebanding dengan apa yang didapatkan seorang mukmin sebagai harga jihadnya yang didasari oleh keimanannya. Karena inilah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
1) “Dunia ini terlaknat (tidak ada artinya karena tidak diajuhkan dari rahmat Allah); terlaknat pula apa yang ada di dalamnya kecuali dzikrullah dan segala sesuatu yang mengantarkannya serta orang alim dan orang yang berusaha jadi alim”(HR Turmudzi, Ibnu Majah dan Baihaqi)
2) “Dua rakaat fajar lebih baik daripada dunia dan isinya”(HR Turmudzi Nasa’i)
Maha benar Allah yang berfirman: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.“QS al Ankabut:64.
Jadi dunia dan segala yang ada di dalamnya berupa emas, perak, kedudukan, rumah-rumah dan istana-istana dll sama sekali tidak berhak mendapatkan setetes air mata karena semuanya ini tidak bisa memperlambat ajal manusia meski hanya sedetik saja. Sungguh telah dikatakan:
Diriku yang memiliki banyak sesuatu pasti juga akan sirna
Lantas mengapa aku menangisi sesuatu yang musnah?
Imam Hasan al Bashri mengatakan: [Jangan jadikan selain surga sebagai harga untuk dirimu karena diri seorang mukmin itu mahal. (sayang) justru sebagian mereka menjualnya dengan harga murah]. Dalam pribahasa Makkah dikatakan: “Surga tidaklah gratis”
Al Arif billaah As Sayyid Ahmad bin Idris al Maghribi mengatakan: [Seluruh upaya manusia demi dunia di dalamnya ada kesulitan dan kerepotan. Ia tidak mendapatkan keinginan kecuali dengan kepayahan. Dan (meski begitu) terkadang ia tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Seluruh upaya manusia demi akhirat begitu mudah dan sama sekali tidak terdapat kesulitan di dalamnya. Manusia bisa mendapatkan taman-taman, pepohonan dan sungai-sungai di surga. Maka betapa mudah usaha untuk akhirat dan betapa susah usaha-usaha demi dunia[1].]
Seorang muslim yang terbina tidak menyesalkan sesuatu yang sirna karena segala sesuatu dalam kehidupan ini akan sirna kecuali DzatNya subhaanahu wata’aalaa. Dan karena seorang yang menyesalkan dunianya adalah seperti anak kecil yang menangis karena kehilangan mainannya. Muslim yang terbina juga menyadari bahwa ia menjadi begitu remeh (rendah) sesuai kadar penyesalannya atas sesuatu yang sirna tersebut. Akan tetapi (semestinya) seorang muslim yang terbina menyesal dan bersedih atas keimanannya yang berkurang, kesalahan-kesalahan, dosa-dosa dan keteledorannya dalam menjalankan ketaatan kepada Tuhannya. Sungguh masalahnya di sini adalah masalah nilai-nilai dan norma-norma. Masalah sikap-sikap dan risalah.
Ini berbeda dengan orang-orang yang mencintai dan memilih kehidupan dunia. Merekalah yang disebutkan Allah dalam firmanNya:“Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat).”QS al Insan:27.
=والله يتولي الجميع برعايته=