Maha Besar Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan keseimbangan. Sudah menjadi sunnatullah bahwa selama kita masih hidup di dunia, antara kebenaran dan kebathilan, antara keimanan dan kekufuran pasti ada. Hidup adalah perjuangan, dan perjuangan membutuhkan pengorbanan. Manusia mempunyai tanggung jawab dan peran yang harus dijalaninya sekaligus, baik sebagai individu dan khalifah fil ardhi. Kita semua mengetahui bahwa sekitar sepuluh tahun yang lalu, masyarakat Indonesia mengalami perubahan yang cukup dratis. Perubahan ini bisa dilihat dengan semaraknya generasi muda untuk memahami dan mengkaji Islam serta mempraktekannya. Munculnya LDK (lembaga dakwah kampus)di setiap universitas untuk memberi warna Islam, berkembangnya harakah-harakah Islam dengan ciri khasnya masing-masing, maraknya jilbab sebagai salah satu identitas Islam dan sosialisasinya syariat Islam di masyarakat. Bukan hal yang mustahil jika Indonesia diprediksikan oleh ulama international kita (Dr.Yusuf Qardhawi) sebagai tempat kebangkitan Islam di Asia.
Namun jika kita sadari perubahan negatif yang terjadi di masyarakat juga tidak kalah besarnya. Hal ini bisa dirasakan dengan semakin merajalelanya kemaksiatan dengan berbagai macam bentuk dan ragamnya. Dan kemaksiatan dapat ditemukan dimana-mana, dijalan-jalan, bahkan dirumah kita sendiri yang menjadi menu sehari-hari. Betapa tidak, kita harus dipaksa melihat lingkungan yang penuh dengan maksiat. Tayangan TV yang semakin vulgar dengan para aktornya yang menjadi figur sebagian besar para pemuda dan pemudi dalam berpakaian, bergaya hidup dan bahkan bercita-cita. Program pengrusakan akhlaq dan moral ini yang berdampak pada kerusakan aqidah, tidak lain dilakukan oleh NONI(Non-Islam) dengan didukung oleh kekuatan dana yang melimpah, penguasaan media masa, dan kekuasaan. Dan cara seperti itu sangat samar, halus dan paling jitu untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya. Untuk itu kita harus menyadari dan mewaspadainya serta menyelamatkan diri, keluarga, teman dan lingkungan kita dari kemaksiatan yang ada.
Tidak ada kata terlambat untuk suatu kebaikan, berbuat baik dan bertaubat sebelum nyawa menjemput. Kita boleh nelangsa, mungkin mengelus dada ketika melihat kemaksiatan di masyarakat, akan tetapi kita tidak boleh larut, jatuh tersungkur bahkan pesimis pada perangkap keruhnya zaman. Allah bersama orang-orang yang bertakwa, dan masih banyak jalan untuk mengatasinya. Satu cara yang paling efektif adalah menghindari semaksimal mungkin dari kemaksiatan dengan berkomunitas bersama orang-orang shaleh. Jika tidak memungkinkan, kita bisa sesering mungkin mendatangi mereka dengan mengikuti ta’lim, silaturahmi dan diskusi sebagai penyiram dahaga ruhani. Selain usaha eksternal tersebut diatas, yang harus kita tempuh untuk menyelamatkan diri dari keruhnya zaman ini adalah usaha internal, yaitu senantiasa menjaga hati agar tetap jernih dan bening. Dan usaha ini tidak ada titik finalnya, serta sangat sulit dan lebih sulit lagi di zaman sekarang. Namun kita harus ingat dan yakin bahwa sesulit apapun jika Allah memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang dikehendaki, maka tidak ada yang namanya sulit atau mustahil. Tinggal kita sungguh-sungguh atau tidak untuk menyambut pertolongan-Nya dengan do’a dan ikhtiar. Jawabannya ada di hati kita masing-masing.
Hati yang bening, bagi orang yang memperhatikan dan berusaha ingin membeningkan hati, maka dia akan senang sekali jika mendengar dan membaca serta memahami tentang segala sesuatu mengenai hati atau dalam istilah tasawuf disebut tazkiyatun nafs. Dan inilah salah satu tugas yang diemban oleh Rasulullah SAW yang termaktub dalam Surat Al-Jum’ah ayat 2: “Dialah yang telah mengutus kepada ummat yang ummi seorang rasul dari kalangan mereka. Dia membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka. Sesungguhnya sebelum itu mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Karenanya, siapapun yang mengharapkan rahmat Allah dan Hari akhir, semestinya memperhatikan dan menjaga kebeningan hati. Allah juga telah menjadikan kebahagiaan seorang hamba tergantung kepada kebersihan dan kebeningan hati. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an setelah disebutnya sebelas sumpah secara beruntun. Suatu keistemewaan yang tidak dimiliki oleh hal lain. Mungkin kita juga sering mendengar hadits dari Imam Bukhari yang artinya:” Ketahuilah, di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula seluruh tubuh, dan jika jelek/rusak, maka rusak pula seluruh tubuh . Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” Apa yang terbesit pada fikiran dan hati kita? Ketika mendengar hadits ini. Mungkin setiap orang akan berbeda meresponnya, ada yang hanya sekedar mendengar tanpa memahami sedikitpun, ada yang memahami tetapi tanpa direnungkan, ada yang merenungkan akan tetapi tidak sampai dihujamkan dalam hati menjadi sebuah niat dan azam serta iktikad yang kuat untuk menjaga hatinya. Kita bisa senantiasa mengingat dan merenungi ayat 36 Surat al-Isra’ :”Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.” Ya…karena sumber kemaksiatan yang terjadi diawali oleh hal ini dan hati adalah rajanya yang menggerakkan anggota tubuh untuk berbuat ketaatan atau kemaksiatan baik dari hal kecil sampai yang besar.
Kita juga sering mendengar ayat diatas, namun lagi-lagi kita belum tersentuh untuk merenungkan dan mengamalkan. Kita tahu betapa bahaya pandangan yang tidak terjaga pada sesuatu yang haram yang akan menggelapkan hati sehingga tidak bisa merasakan manisnya iman. Tetapi dengan jujur saja kita akui bahwa kita sering lalai bahkan melanggarnya. Kuncinya ada pada hati yang bening untuk bisa merenungi dan memahami semua dengan benar. Semoga Allah berkenan memberikan cahaya petunjuk dan taufik kepada kita semua. Adapun usaha untuk menjaga kebeningan hati adalah;
1. Sumber rezeki yang masuk dalam tubuh kita harus bersih, baik dan halal.
Salah satu sarat mutlak yang harus dipenuhi untuk mencapai dan menjaga kebeningan hati adalah makanan dan minuman yang benar-benar halal tanpa ada sesuatu hal yang subhat apalagi yang haram. Perlu juga ditumbuhkan sikap wara/kehati-hatian agar tidak terjerumus pada hal yang subhat apalagi haram.
2. Tidak memakan harta anak yatim/fakir miskin, baik langsung atau tidak.
Artinya tidak mau mengeluarkan zakat, shadaqah dan bersikap bakhil, karena ada hak orang lain yang harus dikeluarkan berupa zakat dan sedekah. Allah akan memberikan rahmat kepada hamba yang mempunyai sikap derma, bahkan seorang ahli maksiat akan disukai oleh Allah disebabkan sifat derma dan santunnya kepada fakir miskin dan anak yatim serta orang lemah.
3. Memperbanyak dzikir.
Sebagian ulama mengatakan bahwa hakikat manusia diciptakan Allah di dunia adalah untuk berdzikir dan mengingatnya. Shalat, puasa dan sebagainya hanyalah sebagai sarana yang disyariatkan. Seorang bijak mengatakan jadikan masalah sebagai media yang efektif untuk berdzikir .Ibnu Qoyyim menyebutkan 80 fadhilah berdzikir, diantaranya sebagai suplemen hati agar tetap hidup , obat kerasnya hati, sebagai tanda cinta hamba kepada Tuhannya. Dengan dzikir hati akan menjadi tenang .
4. Melazimkan shalat diawal waktu.
Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari :”Shalat yang paling utama adalah yang dilakukaan diawal waktu.” Sikap ini sebagai tanda kesungguhan hamba untuk mendahulukan urusan dengan Allah dari yang lain. Dan Allah pasti akan memperhatikan segala keperluan dan kebutuhan yang diminta. Misalnya rasa qona’ah, tenang.
5. Memperbanyak ibadah sunnah.
Usaha ini sangat efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah bahkan akan meraih cinta sejati. Masihkah ada yang harus dicari selain kecintaan dari Tuhannya?rasa-rasanya tidak ada, karena hal ini adalah puncak diatas segala puncak kenikmatan bagi seorang hamba di dunia dan akhirat.
Kebeningan hati seorang akan tampak pada wajah yang senantiasa ceria, senyum yang tersebar damai menyejukkan hati yang melihat, tutur kata yang santun, sikap yang ramah , arif dan bijaksana.
MENJAGA KEBENINGAN HATI DI ZAMAN YANG KERUH
Author:
Unknown
Genre:
»
Other..
Rating
Posted by Unknown
Posted on