QS al Anfaal:24
يَآأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوااسْتَجِيْبُوْا ِللهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا
يُحْيِيْكُمْ ...
“Wahai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan RasulNya apabila ia
mengajakmu kepada sesuatu yang bisa memberikan kehidupan (hatimu)…”
Analisa Ayat
Ada hal yang perlu dicermati dari ayat ini; yaitu kasih sayang dan
perhatian Allah kepada manusia agar benar-benar menjadi manusia yang seutuhnya;
manusia yang bukan hanya hidup dan sehat secara fisik tetapi secara spiritual
juga hidup dan sehat. Kehidupan dan kesehatan spiritual tiada lain adalah
kehidupan dan kesehatan hati. Ketika ada ajakan menuju kepada sesuatu yang bisa
menghidupkan dan menyehatkan hati maka jelas ada sekian hal yang bisa
menyebabkan hati mati atau sakit.
Hati yang mati, hati yang sakit adalah hati yang tidak beriman kepada Allah;
hati orang-orang kafir dan hati orang-orang munafik. Betapapun mereka itu hidup
di tengah-tengah kita tetapi dalam pandangan Allah mereka adalah mayat-mayat
yang berkeliaran.. Allah berfirman: “Dan apakah orang yang
sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang
terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat
manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang
sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang
yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.”QS al An’aam:122. Karena hati yang mati inilah kemudian
orang-orang kafir memilih kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat. Allah
berfirman: “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.
Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”Qs al A’laa:16-17.
Dengan memiliki Iman,
manusia telah selamat dari kematian hati. Kendati begitu bukan berarti sudah
terbebas sepenuhnya dari penyakit-penyakit yang bisa mengancam kehidupannya
atau paling tidak menyebabkannya tak ubahnya tanah gersang karena kekurangan air
hingga menjadi tidak lagi subur dan produktif menumbuhkan tanaman-tanaman amal
kebajikan. Sungguh Allah telah menegur para manusia beriman: “Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik“QS
al Hadid:16. Adanya situasi ketidak suburan hati ini juga bisa dimengerti
dari do’a Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
أَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ
عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَقَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَدُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ وَنَفْسٍ
لاَ تَشْبَعُ
“Ya Allah, saya memohon
perlindunganMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, do’a
yang tidak didengar dan nafsu yang tidak kenyang”HR Hakim.
Hati yang tidak khusyu’
adalah hati yang keras (Qasawatul Qalbi) di mana selain diakibatkan oleh
dosa-dosa, banyak makan, minum, tidur dan berlebihan dalam berbicara juga
diakibatkan oleh sesuatu yang bercokol di dalam hati yang justru tidak disadari
oleh kebanyakan manusia. Sesuatu yang dimaksud adalah penyakit al Wahan;
kecintaan akan dunia yang merupakan pangkal segala kesalahan dan akar semua
penyakit, enggan terhadap kematian yang tentu saja melemahkan keyakinan akan
akhirat sekaligus menggerus perasaan selalu mengingat janji pahala di sisi
Allah serta siksaan pedih di neraka. Selanjutnya Wahan akan menyeret
manusia kepada hal yang lebih berbahaya bagi
dirinya; yaitu kemauan-kemauan hati dan keinginan-keinginan nafsu yang
berupa cinta kedudukan dan kekuasaan, mencari popularitas dan sanjungan,
menuhankan makhluk, hanya berusaha mendapatkan tepuk riuh massa dan ngatok (asal bapak senang) kepada
para tokoh dan lain sebagainya.
Kesenangan-kesenangan
maknawi tersebut jika dievaluasi lebih jauh sebenarnya memiliki efek yang lebih
ganas bagi kehancuran seorang pribadi dibandingkan dengan maksiat zhahir
seperti mencuri, berzina dan meminum arak. Sebab hal zhahir ini nyata terlihat
dan dirasakan sebagai suatu keburukan. Sementara hal-hal maknawi tidaklah
demikian.
Terlepas manakah yang lebih
berbahaya, yang pasti penyakit Wahan akan menyebabkan tanah hati gersang
hingga tak tak bisa menumbuhkan tanaman pangan kebajikan akhirat. Tanaman yang
mungkin bisa tumbuh hanyalah rerumputan liar hawa nafsu. Hawa nafsu inilah yang
menguasai hati dan menggeser kedudukan Allah sebagai Tuhan yang harus ditaati
oleh hati. Allah berfirman:
...وَمَنْ أَضَلُّ
مِمَّنِ اتَّبَعَ هَـوَاهُ بِغَيْرِ هُـدًي مِّنَ اللهِ ...
“…Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti
hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun….. “QS al Qashash:50.
Adalah tanah, ketika penuh
dengan rerumputan maka tak bisa diharapkan menumbuhkan dengan baik tanaman
pangan. Dalam kondisi seperti ini pula hati tiada mungkin ditanami kebajikan.
Benih-benih kebajikan yang berusaha ditaburkan melalui nasehat akan terbuang
percuma. Tak akan ada nasehat dan petuah yang mampu menggoresnya. Seperti
inilah kondisi yang dialami oleh manusia tidak beriman yang hatinya telah
terkunci mati oleh kecintaan akan kehidupan dunia. Seorang berkomentar: [Abu
Yazid al Basthomi adalah seorang yang apabila dilihat meneduhkan, menentramkan
dan bahkan orang kafirpun jika melihat beliau niscaya akan beriman]. Seorang
yang mendengar komentar ini bertanya: [Jika Abu Yazid saja begitu, lantas
mengapa Abu Jahal dan Abu Lahab tidak beriman padahal mereka melihat Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam?] Orang yang berkomentar menjawab: [Karena
mereka hanya melihat Beliau sebagai Muhammad keponakan mereka yang yatim dan
tidak melihat Beliau sebagai seorang utusan Allah yang perlu didengarkan
nasehat dan petuahnya]. Jawaban ini
mengingatkan kita kepada firman Allah tentang kenyataan bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam adalah teladan, tetapi tidak bagi semua orang. “Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”QS al Ahzaab:21.
Agar hati selalu hidup
subur dan selamat dari penyakit maka perlu kiranya pemilik hati memberikan
nutrisi yang baik dan mencukupi. Nutrisi yang dimaksud adalah:
1) Dawamus shilah
billaah, kontinuitas hubungan yang baik dengan Allah utamanya shalat tepat
waktu, memperhatikan sunnah-sunnah dan adabnya utamanya berjamaah di masjid
bagi lelaki. Manfaat berjamaah dalam menghidupkan dan menyuburkan hati akan
semakin terasa apabila;
a) telah seseorang telah hadir di
masjid atau mushalla sebelum shalat dilaksanakan. Artinya selain melakukan
ibadah shalat jamaah juga menunggu shalat di mana menunggu ini dalam sebuah
hadits disebutkan sebagai salah satu bentuk Ribaath dan juga sudah
dianggap sama dengan shalat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
إِنَّكُمْ لَمْ
تَزَالُوْا فِى صَلاَةٍ مَا انْتَظَرْتُمُ الصَّلاَةَ
“Sesungguhnya kalian
senantiasa berada dalam shalat selama kalian menunggu shalat”(HR Bukhari
Muslim)
b)
melakukan shalat dengan baik (khusyu’) di mana salah satu caranya
adalah berbuat Ihsan dalam berwudhu’sebagaimana dalam hadits yang
artinya: “Tiada seseorang muslim yang datang kepadanya (kewajiban) shalat
maktubah lalu ia memperbaiki wudhunya (Ihsan di dalamnya), memperbaiki
khusyu’nya, ruku’ dan sujudnya kecuali shalat itu menjadi pelebur dosa-dosa
sebelumnya selama ia tidak melakukan dosa besar. Dan ini berlaku sepanjang
tahun”(HR Muslim dari Utsman). Imam Sya’rani mengatakan :[Hudhur, konsentrasi
dalam shalat sangat tergantung hudhur dalam berwudhu. Ini mujarrab,
nyata telah terbukti]
c)
usai salam tidak terburu-buru meninggalkan masjid atau mushalla,
tentu saja jika tidak ada udzur, tetapi usahakan selama mungkin berdiam
terlebih dahulu dengan membaca Alqur’an atau wirid-wirid tertentu. Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda:
الْمَلاَئِكَةُ
تُصَلِّى عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مُصَلاَّهُ مَا لَمْ يَحْدُثْ :
أَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ أَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ...
“Malaikat berdo’a untuk
salah seorang kalian selama ia berada di mushallanya dan selama ia tidak
berhadats: “Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah ia…”(HR Bukhari Muslim)
2) Membaca Alqur’an.
Alqur’an adalah obat: “Di dalamnya ada obat bagi manusia”QS . Artinya Alqur’an adalah sumber kesembuhan.
Ayat-ayat tertentu dalam Alqur’an bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit
fisik seperti kisah Abu Said al Khudri yang me-ruqyah kepala suku yang
tersengat kala jengking.lebih dari sekedar penyakit fisik, Alqur’an adalah obat
bagi penyakit hati. Ini berarti orang yang jauh dari Alqur’an adalah orang
berhati sakit, orang yang tidak sehat secara spiritual karena itulah tidak ada
pilihan bagi manusia beriman yang berharap hatinya tetap tumbuh dengan subur kecuali
harus menjadikan Alqur’an sebagai bagian hidupnya. Tak ada hari terlewat dan
tak ada malam berlalu kecuali telah membaca Alqur’an sesuai dengan kadar
kemampuan dan kesempatan. Di saat Alqur’an senantiasa terbaca dalam setiap hari
setiap malam maka saat itulah dalam diri seseorang baru bisa dikatakan telah
tumbuh benih-benih kecintaan kepada Allah subhaanahu wata’aalaa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
[ مَنْ أَحَبَّ
أَنْ يُحِبُّهُ الله وَرَسُوْلُهُ فَلْيَنْظُرْفَإِنْ كَانَ يُحِبُّ الْقُرآَنَ
فَهُوَ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
“Barang
siapa mendambakan kecintaan Allah dan Rasulnya maka hendaklah ia melihat; jika
ia mencintai Alqur’an berarti ia mencintai Allah dan RasulNya” (HR
Thabarani dari Abdullah bin Mas’ud ra. dengan para perawi yang tsiqqah. Khashaish
al Ummah al Muhammadiyyah;204)