Allah tabaraka wata’ala berfirman: “Apakah manusia menyangka akan
dibiarkan (begitu saja hanya karena) mereka telah mengatakan: “Kami
telah beriman” dan (lantas) mereka tidak akan mendapatkan cobaan”QS al Ankabut:1.
Betapa kita benar-benar sangat membutuhkan akan keteguhan dalam agama
pada zaman yang diidentifikasi sebagai zaman fitnah. Yaitu fitnah-fitnah
agama ketika kebaikan bercampur aduk dengan keburukan; rasa beragama
kian menipis, sifat amanah semakin berkurang, keyakinan melemah, banyak
perilaku maksiat dilakukan dengan berani (lancang) dan (bahkan) secara
terang-terangan, serta tindakan melewati batas dan pelanggaran terhadap
larangan agama terjadi di mana-mana, sungguh telah dikatakan: “Pelaku adalah potret masa. Sementara pelakunya bisa anda saksikan (sendiri seperti apa)”,
di mana dalam zaman seperti ini seorang muslim bisa (saja) terkena
fitnah, tak ada kekuatan sama sekali baginya untuk melawan sehingga pada
waktu pagi hari ia mukmin dan sore hari sudah menjadi seorang kafir
atau sore hari ia masih seorang mukmin dan pagi hari sudah menjadi
seorang kafir dalam artian kepribadiannya menjadi kacau balau
(mublawwarah), bukan kepribadian yang istimewa dibandingkan orang lain.
(mengapa demikian?) karena dalam satu waktu ia berada dalam aktivitas
islami dan pada waktu lain justru melakukan hal yang berlawanan dengan
islam tanpa mengakui bahwa ia telah berbuat dosa, bahkan terkadang
malah sengaja menyiarkannya.
Benarlah Rasulullah Saw yang bersabda: “Seluruh umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang sengaja menyiarkan dosa. Dan sesungguhnya termasuk menyiarkan dosa adalah jika seseorang melakukan suatu perbuatan di malam hari kemudian memasuki waktu pagi mendapati Allah Swt benar-benar menutupinya, lalu ia (malah) bercerita (kepada orang lain): “Tadi malam aku melakukan ini dan itu” semalaman Allah menutupinya dan pada pagi harinya ia justru ia membuka penutup Allah atas dirinya” (Muttafaq alaih) , padahal semestinya ia tidak melakukan hal tersebut, tetapi seharusnya seperti orang yang disebutkan Rasulullah Saw: “Barang siapa senang dengan kebaikan dirinya dan susah karena keburukannya maka dialah orang yang beriman”(HR Thabarani) .
Maksudnya ia bergembira karena kebaikannya, bukan karena kebaikan itu sebagai amalnya, tetapi dari sisi sesungguhnya Allah telah memberinya taufiq (pertolongan) bisa melakukannya. Dan merasa sedih karena keburukannya dari sisi kenapa ia mesti melakukan keburukan itu sekalipun melanggar perintah Allah kepadanya berupa agar keburukan itu ditinggalkan. Memahami makna hadits dengan poin ini penting agar seseorang tidak tertipu dan bergantung kepada amalnya. Bagi seorang muslim terbina harus mengambil sikap memerangi fitnah yang sudah menggejala ini. Ia harus melakukan usaha meneguhkan hatinya seperti diisyaratkan oleh firman Allah dalam QS al Anfaal 45: “ Wahai orang-orang yang beriman jika kalian berjumpa (berperang) dengan kelompok (kaum kafir) maka berteguh hatilah dan banyaklah berdzikir kepada Allah agar kalian senantiasa meraih kemenangan”, yaitu bahwa memperbanyak dzikir kepada Allah saat berhadapan dan berperang dengan musuh bisa menjadikan hati teguh. Dan begitu pula halnya dengan saat menghadapi fitnah-fitnah di mana kita tidak mungkin menghindarkan diri darinya karena fitnah justru lebih berat daripada pembunuhan. Dan hal terpenting yang bisa meneguhkan hati berada dalam empat perkara:
1. Shalat dengan empat konsekwensinya yaitu mendirikan, menjaga, melanggengkan dan melakukannya dengan khusyu’.
2. Do’a karena ia adalah senjata orang beriman. Maka mesti baginya agar tidak meninggalkan do’a yang warid yang dibaca setelah tasyahhud akhir dalam shalat tentang mencari keteguhan dan peneguhan.
3. Istighfar yang dibarengi dengan taubat sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah: “...dan memohonlah ampunan kepadaNya karena sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat”QS An nashr:3. Itu dilakukan demi menghilangkan noda-noda hitam dalam hati akibat dosa-dosa sehingga akhirnya ia mendapatkan peneguhan. Allah Maha Mengampuni dosa yang telah lampau, Maha Pengampun akan dosa-dosa meski berulang dan Maha Pengampun meski dosa besar.
4. Membaca Alqur’an untuk menjernihkan karat hati karena sebagaimana besi, hati juga bisa berkarat. Dan ketika seorang muslim terbina telah secara konsisten berhiaskan empat hal tersebut maka ia akan bersih dari kekeruhan, mendapatkan kestabilan lalu pencerahan yang disertai pula dengan harum wangi bacaan shalawat yang diperbanyaknya sehingga lalu Allah pun Memberinya keteguhan dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Benarlah Rasulullah Saw yang bersabda: “Seluruh umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang sengaja menyiarkan dosa. Dan sesungguhnya termasuk menyiarkan dosa adalah jika seseorang melakukan suatu perbuatan di malam hari kemudian memasuki waktu pagi mendapati Allah Swt benar-benar menutupinya, lalu ia (malah) bercerita (kepada orang lain): “Tadi malam aku melakukan ini dan itu” semalaman Allah menutupinya dan pada pagi harinya ia justru ia membuka penutup Allah atas dirinya” (Muttafaq alaih) , padahal semestinya ia tidak melakukan hal tersebut, tetapi seharusnya seperti orang yang disebutkan Rasulullah Saw: “Barang siapa senang dengan kebaikan dirinya dan susah karena keburukannya maka dialah orang yang beriman”(HR Thabarani) .
Maksudnya ia bergembira karena kebaikannya, bukan karena kebaikan itu sebagai amalnya, tetapi dari sisi sesungguhnya Allah telah memberinya taufiq (pertolongan) bisa melakukannya. Dan merasa sedih karena keburukannya dari sisi kenapa ia mesti melakukan keburukan itu sekalipun melanggar perintah Allah kepadanya berupa agar keburukan itu ditinggalkan. Memahami makna hadits dengan poin ini penting agar seseorang tidak tertipu dan bergantung kepada amalnya. Bagi seorang muslim terbina harus mengambil sikap memerangi fitnah yang sudah menggejala ini. Ia harus melakukan usaha meneguhkan hatinya seperti diisyaratkan oleh firman Allah dalam QS al Anfaal 45: “ Wahai orang-orang yang beriman jika kalian berjumpa (berperang) dengan kelompok (kaum kafir) maka berteguh hatilah dan banyaklah berdzikir kepada Allah agar kalian senantiasa meraih kemenangan”, yaitu bahwa memperbanyak dzikir kepada Allah saat berhadapan dan berperang dengan musuh bisa menjadikan hati teguh. Dan begitu pula halnya dengan saat menghadapi fitnah-fitnah di mana kita tidak mungkin menghindarkan diri darinya karena fitnah justru lebih berat daripada pembunuhan. Dan hal terpenting yang bisa meneguhkan hati berada dalam empat perkara:
1. Shalat dengan empat konsekwensinya yaitu mendirikan, menjaga, melanggengkan dan melakukannya dengan khusyu’.
2. Do’a karena ia adalah senjata orang beriman. Maka mesti baginya agar tidak meninggalkan do’a yang warid yang dibaca setelah tasyahhud akhir dalam shalat tentang mencari keteguhan dan peneguhan.
3. Istighfar yang dibarengi dengan taubat sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah: “...dan memohonlah ampunan kepadaNya karena sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat”QS An nashr:3. Itu dilakukan demi menghilangkan noda-noda hitam dalam hati akibat dosa-dosa sehingga akhirnya ia mendapatkan peneguhan. Allah Maha Mengampuni dosa yang telah lampau, Maha Pengampun akan dosa-dosa meski berulang dan Maha Pengampun meski dosa besar.
4. Membaca Alqur’an untuk menjernihkan karat hati karena sebagaimana besi, hati juga bisa berkarat. Dan ketika seorang muslim terbina telah secara konsisten berhiaskan empat hal tersebut maka ia akan bersih dari kekeruhan, mendapatkan kestabilan lalu pencerahan yang disertai pula dengan harum wangi bacaan shalawat yang diperbanyaknya sehingga lalu Allah pun Memberinya keteguhan dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan dunia dan akhirat.
=والله يتولى الجميع برعايته=
بسم الله الرحمن الرحيم
تَثْبِيْتُ الْقَلْبِ لِلْفِرَارِ مِنْ
فِتَنِ الدِّيْنِ
قَالَ اللهُ تَعَالَى: [أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوْا أَنْ
يَقُوْلُوْا آمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ]العنكبوت:1.
مَا أَحْوَجَنَا أَمَسَّ الْحَاجَةِ إِلَى الثَّبَاتِ فِى الدِّيْنِ فِى
هَذَا الزَّمَانِ الْمَوْسُوْمِ بِزَمَنِ الْفِتَنِ اَيْ فِتَنِ الدِّيْنِ
حِيْنَ اخْتَلَطَ الْخَيْرُ بِالشَّرِّ وَرَقَّتْ الدِّيَانَةُ وَقَلَّتْ
الأَمَانَةُ وَضَعُفَ الْيَقِيْنُ وَكَثُرَتْ الْجَرَاءَةُ عَلَى
الْمَعَاصِي وَالْمُجَاهَرَةُ بِهَا وَشَاعَ تَعَدِّي الْحُدُوْدِ
وَانْتِهَاكُ الْمَحَارِمِ , وَقَدْ قِيْلَ: (زَمَانٌ كَأَهْلِهِ
وَأَهْلُهُ كَمَا تَرَي) يُفْتَنُ فِيْهِ الْمُسْلِمُ فَلاَطَاقَةَ لَهُ
لِمُقَاوَمَتِهِ يُصْبِحُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ
مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا بِمَعْنَي أَنَّ شَخْصِيَّتَهُ أَصْبَحَتْ
مُبْلَوَّرَةً لاَ مُتَمَيِّزَةً عَنْ غَيْرِهِ إِذْ يَكُوْنُ فِى آنٍ
عَلَى عَمَلِهِ الْإِسْلاَمِيِّ وَفِي آنٍ آخَرَ عَلَى خِلاَفِهِ دُوْنَ
اعْتِرَافٍ عَلَى أَنَّهُ آثِمٌ فِيْهِ بَلْ قَدْ يُجَاهِرُ بِهِ وَصَدَقَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْثُ يَقُوْلُ:[[كُلُّ
أُمَّتِيْ مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ الْجِهَارِ أَنْ
يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ
اللهُ فَيَقُوْلُ: عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ
يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَلَيْهِ]] متفق
عليه. وَكَانَ مِنَ الْمَفْرُوْضِ أَلاَّ يَفْعَلَ ذَلِكَ بَلْ كَمَنْ
وَصَفَ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ:
[[مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ]]
رواه الطبراني . اي تَسُرُّهُ حَسَنَتُهُ لاَ مِنْ حَيْثُ كَوْنُهاَ
عَمَلَهُ بَلْ مِنْ حَيْثُ أَنَّ اللهَ وَفَّقَهُ لَهاَ وَتُسِيْئُهُ
سَيِّئَتُهُ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُ اكْتَسَبَهَا وَخَالَفَ أَمْرَ اللهِ لَهُ
بِتَرْكِهَا وَيَلْزَمُ هَذا الْمَعْنَي لِئَلاَّ يَغْتَرَّ بِعَمَلِهِ
وَلاَ يَعْتَمِدَ عَلَيْهِ.
وَلِلْمُسْلِمِ الْوَاعِيْ مَوْقِفُهُ لِمُوَاجَهَةِ هَذِهِ الْفِتَنِ
السَّائِدَةِ وَتَثْبِيْتُ قَلْبِهِ بِمَا أَشَارَ إِلَيْهِ قَوْلُهُ
تَعَالَى فىِ سُوْرَةِ الْأَنْفَالِ (45): [يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا
إِذَا لَقِيْتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوْا وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيْرًا
لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ] مِنْ أَنَّ اْلإِكْثَارَ بِذِكْرِ اللهِ
تَعَالَى عِنْدَ لِقَاءِ الْعَدُوِّ لِقِتَالِهِمْ مَا يُثَبِّتُ الْقَلْبَ
وَكَذلِكَ عِنْدَ مُوَاجَهَةِ الْفِتَنِ الَّتِي لاَ بُدَّ أَنْ نَقَعَ
فِيْهَا وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ. وَأَهَمُّهُ تَثْبِيْتًا
لِلْقَلْبِ فِى أَرْبَعِ خِصَالٍ:
1- الصَّلاَةُ بِلَوَازِمِهَا الْأَرْبَعَةِ: إِقَامَتِهَا
وَالْمُحَافَظَةِ عَلَيْهَا وَإِدَامَتِهَا وَالْحُضُوْرِ وَالْخُشُوْعِ
فِيْهَا.
2- الدُّعَاءُ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ. فَكَانَ لِزَامًا
عَلَيْهِ أَنْ لاَ يَتْرُكَ مَا وَرَدَ فِى طَلَبِ الثَّبَاتِ
وَالتَّثْبِيْتِ بَعْدَ التَّشَهُّدِ الْأَخِيْرِ فىِ الصَّلاَةِ.
3- الإِسْتِغْفَارُ الْمَصْحُوْبِ بِالتَّوْبَةِ كَمَا أَشَارَ إِلَيْهِ
قَوْلُهُ تَعَالَى: [...وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا]النصر:3.
وَذَلِكَ لِإِزَاحَةِ نُكَتِ الْقَلْبِ السَّوْدَاءِ مِنَ الذُّنُوْبِ
حَتَّي يَحْصُلَ التَّثْبِيْتُ وَاللهُ تعَالَى غَافِرٌ اي لِمَا مَضَي
وَغَفَّارٌ وَإِنْ تَكَرَّرَتْ وَغَفُوْرٌ وَإِنْ عَظُمَتْ.
4- تِلاَوَةُ الْقُرْآنِ لِجَلاَءِ صَدَأِ الْقَلْبِ لِأَنَّ الْقَلْبَ
يَصْدَأُ كَمَا يَصْدَأُ الْحَدِيْدُ.
حَتَّي إِذَا تَحَلَّي الْمُسْلِمُ الْوَاعِيْ بِهَذِهِ الْخِصَالِ عَلَى
سَبِيْلِ التَّكْرِيْرِ تَخَلَّي عَنْهُ التَّكْدِيْرُ وَحَصَلَ
التَّقْرِيْرُ وَتَجَلَّي عَنْهُ التَّنْوِيْرُ مَعَ مَا طَيَّبَهُ
بِالصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِالتَّكْثِيْرِ فَثَبَّتَهُ اللهُ تَعَالَى بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فىِ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى اْلآخِرَةِ .
=والله يتولى الجميع برعايته=