بسم
الله الرحمن الرحيم
1)
Empat Pilar Kesempurnaan Shalat
1. Mendirikan shalat (Iqamatuha).
QS Thaha:14 – al Ankabut:45
2. Menjaga shalat (al
muhafazhah alaiha). QS al Baqarah:238
3. Melanggengkan shalat (Ad
dawam/al muwazhabah alaiha). QS al Ma’aarij:19-23
4. Khusyu’ di dalam shalat (al
khusyu’ fiihaa). QS al Mu’minun:1-2. QS al Baqarah:45-46.
2)
Rasulullah Saw bersabda:
1. “Dicintakan
kepadaku dari dunia kalian; wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesejukan
hatiku di dalam shalat” HR Ahmad, Nasai, Hakim dan Baihaqi.[8]
2. “Shalatlah
seperti shalat orang yang berpamitan[9]
seakan-akan kamu melihatNya, bila kamu tidak melihatNya maka sesungguhnya Dia
melihatmu…”HR Ibnu an
Najjar.[10]
Sungguh
dikatakan: Dalam maqam kehingaran (al basth) ada kemanisan kecintaan yang mendalam (al wajd)
3)
Sesungguhnya Shalat itu Berat
Allah ta’ala berfirman: “Dan mintalah
pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya shalat itu
sungguh sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. Yaitu orang-orang
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali
kepadaNya”QS al Baqarah:45-46.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sungguh seseorang benar-benar akan pergi
(meninggalkan tempat shalat) dalam keadaan tidak ditulis baginya kecuali
sepersepuluh shalatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya,
seperenamnya,seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, dan separuhnya” HR Abu Dawud.[12]
Imam Abdul Wahhab as Sya’rani menjelaskan[13]:
(Barang siapa bisa melakukan shalat seperti ini maka ia
berhak meraih kemuliaan karenanya. Dan barang siapa terhalang oleh sesuatu dan
lain hal, maka hendaknya berjuang keras (mujahadah) agar tertulis
baginya pahala seorang mujahid jika memang terlanjur terlepas darinya kebersamaan
dengan Allah berupa al Ihsan.
Barang siapa terhalang oleh kelupaan-kelupaan dan
terhalang dari mendapatkan bagian sempurna dan (tidak) merasakan kehadiran diri
di hadapan Dzat Maha Besar, maka ditulis baginya apa yang telah ia fikirkan
dari shalatnya saja. Itu adalah anugerah besar dari Allah ta’ala. Bila
tidak demikian halnya, maka sebenarnya shalat semacam ini menjadikan pelakunya
(orang yang shalat) berhak mendapatkan hukuman karena ia tidak mengerti di
hadapan Siapa sedang berdiri. Jika ia mengerti tentu hatinya tidak berpaling
kepada selainNya saat ia sedang melakukan aktivitas-aktivitas yang mengingatkan
dirinya bahwa ia sedang berada di hadapan Allah ta’ala. Sungguh ia
sedang berdiri, ruku dan sujud)
Sungguh dikatakan: Jika banyak bersentuhan maka semakin
tidak terasa (berat)
4)
Apakah orang yang shalat harus mengerti arti bacaan
shalat?
Allah tabaraka wata’ala berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendekat kepada shalat saat kalian
sedang mabuk sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan”QS an Nisa’:43.
Rasulullah Saw bersabda:
“Jika salah seorang kalian mengantuk saat
sedang shalat maka hendaknya ia tidur (saja) sampai rasa kantuk hilang darinya.
Karena sesungguhnya jika salah seorang kalian shalat dalam keadaan mengantuk
maka ia tidak mengetahui barangkali ia memohon ampunan, tetapi justru lalu
mencela dirinya sendiri”HR Bukhari.[14]
Pada ayat dan hadits di atas terdapat isyarat mendalam
bahwa orang yang shalat semestinya melakukan shalat secara khusyuk yaitu mengerti
apa yang diucapkannya berupa bacaan Alqur’an, dzikir, tasbih, tamjid, takbir,
tahiyyat, tasyahhud dsb. Kiranya tidaklah cukup bila shalat hanya dijadikan
sebagai simbol dalam pengabidaannya (kepada Allah). Akan tetapi shalat harus
menjadi sarana mi’raj bagi ruh bersama Tuhannya. Inilah makna yang
dituntut (harus ada) sebagaimana
dimaklumi bahwa dalam setiap simbol pasti ada makna, dalam setiap bentuk ada isi, setiap musik pasti ada syair, dan setiap syair pasti
memiliki rasa bahasa. Dan sementara realita adalah seperti yang bisa anda
saksikan. Sungguh dikatakan:
Berapa banyak orang shalat namun tidak ada baginya
dari shalatnya
kecuali hanya melihat mihrab, turun dan bangkit
Engkau melihat dia berada di atas hamparan tikar dalam
keadaan berdiri (shalat), Sementara
hatinya (tertuju) kepada perniagaannya di pasar
5)
Apakah jalan menuju shalat khusyuk?
1- Konsentrasi Niat
Orang yang shalat,
pada mulanya harus mengingat bahwa ia niat mendekatkan diri kepada Allah
melalui shalat, dan mengeluarkan segala sesuatu selain Allah dari dalam hatinya
seakan ia sedang memasuki alam syahadah sehingga di hatinya tidak ada
apapun kecuali Dzat yang ia menghadap kepadaNya. Ia pun tidak menoleh kepada
selainNya karena keagungan kuasaNya yang telah ia pahami.
2- Takbiratul Ihram
dan Intiqal dengan lafazh jalalah (Allahu Akbar)
Pada kondisi ini
ia memulai shalat dengan takbiratul ihram karena ia sedang berada dalam
posisi mulia seraya mengucapkan Allahu Akbar dan terus mengucapkannya
pada setiap perpindahan dalam shalatnya agar ia
bisa menjadikan lafazh jalalah sebagai pemandu yang selalu
memandunya untuk senantiasa konsentrasi sehingga tidak terbuka sedikitpun pintu
lupa akan keagungan Allah sepanjang shalat yang hanya sebentar saja.
3- Membaca
alfatihah, as sab’ul matsaani
Jika telah tumbuh
dalam hati keagungan kuasaNya dan rasa takut kepadaNya maka ia pun mulai
memujiNya dengan surat alfatihah; bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdu
lillaahi rabbil aalamiin dst yang di dalamnya berisi juga permohonan.
Kemudian setelah itu membaca sebagian ayat atau surat Alqur’an yang mudah
baginya pada rakaat pertama dan kedua untuk bisa berbisik denganNya dengan firmanNya
sehingga ia bisa mengerti hal yang mengharuskannya tunduk di hadapanNya.
4- Ruku’
Maka ia lalu
ruku’ untuk menambah rasa ta’zhim dan ketundukan sebab ia telah menyaksikan
dirinya hadir dalam suasana berdialog denganNya. Rasa ta’zhim itu ia ungkapkan
dengan bacaan Allahu Akbar seraya merasakan, dalam ruku’nya, ketundukan
diri dan ruh secara bathin di hadapan keagungan Allah ta’ala. Oleh
karena itulah ia mengucapkan Subhaana Rabbiyal azhiimi wa bihamdihi
sebab ia telah menyaksikan makna ta’zhim yang menjadikan dirinya tunduk, juga
karena di dalamnya (bacaan ini) ada pengakuan tawakkal kepada Allah dalam
segala keadaan dan memujiNya dalam semua kondisi.
5- I’tidal
Jika telah
berdiri tegak untuk I’tidal, orang yang shalat ketika bangun (dari ruku’) telah
menyaksikan nikmat Allah kepadanya lebih besar daripada nikmatNya kepadanya
sebelum ruku’ sehingga ia bersegera memujiNya. Ia pun mengucapkan: Sami’allahu
liman hamidahu. Rabbanaa walakal hamdu hamdan katsiran thayyiban
mubarakan fiihi. Dalam berdiri dan ketenangannya itu, ia pun merasakan
kemanisan pertambahan nikmat yang terus menerus.
6- Sujud
Lalu ia
tersungkur dalam sujud sebagai bentuk rasa syukur atau anugerah
nikmat-nikmatNya yang tidak terbilang. Ia meletakkan wajah, nafas dan ruhnya di
tanah, benar-benar sampai di tanah karena rasa hina dan rendah diri. Oleh
karena itulah selain sujud, tidak ada lagi puncak tawadhu’. Ia terus bertakbir
karena saat sujud ia merasakan betapa hina dan renda dirinya dan betapa agung kuasa
Tuhannya. Ia pun membaca Subhaana Rabiyyal A’la wa bihamdihi.
7- Duduk di Antara
Dua Sujud
Ketika Allah
memerintahkannya bangun dari sujud, maka ia pun terduduk lemah di hadapanNya
dan tidak mampu secara langsung berdiri karena begitu berat apa yang ia
saksikan dalam sujud berupa pengagungan dan penghormatan dalam situasi posisi
terdekat hamba dengan Tuhannya yaitu saat ia bersujud. Ia pun mengakui akan
kelemahan menunaikan satu hak kuasaNya seraya memohon, karena kelemahannya itu,
kepada Tuhan Maha Pemurah, pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhannya. Lalu ia pun
membaca Ya Tuhanku, ampunilah diriku, kasihanilah diriku, angkatlah diriku,
berikanlah rizki kepadaku, tambal kekuranganku,berikah petunjuk kepadaku dan
selamatkan diriku.
8- Kembali Bersujud
Ia lalu kembali
kepada sikap tawadhu’ yaitu sujud yang kedua, karena setiap kali
pengenalan hamba akan sifat-sifat ketuhanan bertambah maka bertambah pula sikap
tawadhu’ sebagaimana semakin
bertambah Allah memberikan kemuliaan
maka bertambah pula rasa syukur dan pujian seorang hamba.
9- Berdiri Menuju
Rakaat Berikutnya
Dalam makna
berdiri menuju rakaat berikutnya, ada seruan Allah agar terus berusaha mendekat
kepadaNya sehingga terjadilah semua yang telah terjadi pada rakaat pertama,
bahkan lebih (dari itu). Ini karena shalat sebenarnya hanyalah satu rakaat.
Dengan satu rakaat, makna-makna shalat telah sempurna. Lebih dari satu rakaat
hanyalah pengulangan. Maka seperti itulah senantiasa kondisinya bersama Allah.
Senantiasa berusaha naik bersamaNya sampai akhir shalat untuk meraih
keberuntungan dari sisiNya. Ia berfirman: “Sungguh beruntung orang-orang
beriman. Yaitu orang-orang yang di dalam shalat mereka khusyu’”QS al
Mu’minun:1-2.
10- Tasyahhud dan
Keluar dari Shalat dengan Salam
Ketika itulah ia
duduk pada akhir shalatnya, lalu bertasyahhud dan bersaksi untuk Allah tentang
segala sesuatu yang menjadi hakNya.
Ia lalu menyatakan masing-masing dari at tahiyyat, al mubarakat, as shalawat, dan at
thayyibat melulu (mligi.jawa) hanya milik Allah ta’ala. Kemudian ia bershalawat dan salam kepada
sarana paling agung (al wasithah al uzhma) junjungan kita Nabi Muhammad Saw,
karena andai tidak ada sarana maka seluruhnya akan musnah. Ia pun mengakui
segala yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dari sisi Allah ta’ala.
Bila ia telah
selesai membuat pengakuan dan kesaksian tentang segala sesuatu yang dibawa oleh
Rasulullah Saw, telah selesai berdo’a dan memohon, maka saat itulah
nikmat-nikmat telah sempurna seiring shalat yang telah sempurna. Dan berikutnya
ia wajib melepaskan diri dari shalat. Ia pun diperintahkan keluar dari alam
syahadah menuju alam inderawi (alam
al hiss) karena ia telah berbisik di haribaanNya yang mulia (al hadhrah
al aliyyah) dan sempat keluar dari alam inderawi. Sungguh dikatakan: Shalat
adalah mi’raj seorang mukmin.
Jika ia telah
datang kembali di ala mini dan menyaksikan orang sekitarnya berupa para
malaikat dan manusia maka ia mengucapkan: Assalaamu alaikum warahmatullahi
ke kanan dan ke kiri. Lalu halal baginya apa yang diharamkan sebelumnya
sebagaimana Rasulullah Saw bersabda: “Keharaman shalat adalah takbir dan
kehalalan nya adalah salam” HR Thabarani dalam al Kabir.
11- Istighfar usai
Shalat
Kemudian ia
beristighfar tiga kali setelah shalat sebagai isyarat merasa teledor dalam menjalankan kewajiban
kepada Allah berupa kesempurnaan shalat.
12- Memperbanyak
Shalat-Shalat Sunnah untuk Menambal Cela-Cela yang ada dalam Shalat Fardhu
Orang yang shalat
hendaknya memperbanyak shalat-shalat sunnah yang sangat mungkin bisa menutup
kekurangan (dalam shalat-shalat fardhu). Imam Abu Dawud, Imam Ahmad dan Imam
Ibnu Majah meriwayatkan hadits dari Tamim Ad Daari ra: “Pertama yang dihisab
bagi seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika ia telah
menyempurnakannya maka shalat ditulis sempurna baginya. Jika ia tidak
menyempurnakannya maka Allah berfirman kepada malaikatNya: “Lihatlah, apakah
hambaKu memiliki shalat sunnah yang lalu bisa kamu gunakan menyempurnakan
fardhunya!”? kemudian zakat juga demikian, dan begitu pula seluruh amal”
(Lihat al fath al mubin hal 39.
=والله يتولي الجميع برعايته=
[9]Maksudnya berpamitan meninggalkan hawa
nafsu dan berpamitan menutup usia untuk menghadap Tuhannya (faidhul qadir
4/197)
[12]Sunan Abi Dawud no: 796 maksudnya bahkan shalat tidak ditulis sama
sekali baginya dan sama sekali shalat itu tidak diterima sedikitpun
[14]Shahih Bukhari no:212
الطريق إلى الخشوع فى الصلاة
1)
مَا يَكْمُلُ
وَيَتِمُّ بِهِ الصَّلَاةُ أَرْبَعَةٌ:
1-
إِقَامَتُهَا (طه 14- العنكبوت 45)
2-
المحافظة (البقرة 238)
3-
الدوام/
المواظبة عليها (المعارج 19-23)
4-
الْخُشُوْعُ
فِيْهَا (المؤمنون 1-2, البقرة 45-46)
2)
قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
1-
(حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ النِّسَاءُ وَالطِّيْبُ وَجُعِلَتْ
قُرَّةُ عَيْنِيْ فِى الصَّلَاةِ) رواه أحمد والنسائي والحاكم والبيهقي.[1]
2-
(صَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ[2]
كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ كُنْتَ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ – الحديث)
رواه ابن النجار.[3]
3-
(أَرِحْنَا بِهَا يَا بِلَالُ) رواه أبو داود.[4]
وَقَدْ
قِيْلَ: فِى مَقَامِ الْبَسْطِ حَلَاوَةُ الْوَجْدِ
3)
إِنَّهَا
لَكَبِيْرَةٌ
قَالَ اللهُ تَعَالَى:
(وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ إِلَّا عَلَى
الْخَاشِعِيْنَ . الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ أَنَّهُمْ مُلَاقُوْا رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ
إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ) البقرة 45-46.
وَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ
مِنَ الصَّلَاةِ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشُرُ صَلَاتِهِ تُسُعُهَا ثُمُنُهَا
سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا) رواه أبو داود.[5]
قَالَ الْإِمَامُ
عَبْدُ الْوَهَّابِ الشَّعْرَانِي:[6]
(فَمَنْ صَحَّتْ
لَهُ مِثْلُ هَذِهِ الصَّلَاةِ وَجَبَتْ لَهُ الْكَرَامَةُ عَلَيْهَا وَمَنِ
اعْتَرَضَتْهُ الْوَسَائِلُ فَلْيُجَاهِدْ لِيُكْتَبَ لَهُ أَجْرُ الْمُجَاهِدِ
إِذَا فَاتَتْهُ مَعِيَّةُ الْإِحْسَانِ. وَمَنِ اقْتَطَعَتْهُ الْغَفَلَاتُ
وَحُرِمَ النَّصِيْبَ الْأَوْفَرَ وَشُهُوْدَ الْمَذْكُوْرِ الْأَكْبَرِ كُتِبَ
لَهُ مَا عَقَلَ مِنْهَا فَقَطْ وَذلِكَ
فَضْلٌ عَظِيْمٌ مِنَ اللهِ تَعَالَى وَإِلَّا فَمِثْلِ هذِهِ الصَّلَاةِ
يَسْتَحِقُّ صَاحِبُهَا الْعُقُوْبَةَ لِأَنَّهُ لَمْ يَدْرِ بَيْنَ يَدَيِ مَنْ
هُوَ قَائِمٌ فَلَوْ دَرَي لَمْ يَلْتَفِتْ بِقَلْبِهِ إِلَى غَيْرِهِ مَعَ
أَنَّهُ يَتَعَاطَي أَفْعَالًا تُذَكِّرُهُ أَنَّهُ بَيْنَ يَدَيِ اللهِ تَعَالَى
فَإِنَّهُ وَاقِفٌ رَاكِعٌ سَاجِدٌ.
وَقَدْ
قِيْلَ: (إِذَا كَثُرَ الْمِسَاسُ قَلَّ الْإِحْسَاسُ)
4)
هَلْ عَلَي
الْمُصَلِّي أَنْ يَعْرِفَ مَا يَقُوْلُهُ؟
قَالَ اللهُ
تَعَالَى: (يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ
وَأَنْتُمْ سُكَارَي حَتَّي تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ) النساء:43.
وَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ
وَهُوَ يُصَلِّيْ فَلْيَرْقُدْ حَتَّي يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ فَإِنَّ
أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَا يَدْرِيْ لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ
فَيَسُبُّ نَفْسَهُ) رواه البخاري[7]. فِيْهِمَا
إِشَارَةٌ لَطِيْفَةٌ إِلَى أَنَّ الْمُصَلِّيَ يَنْبَغِيْ عَلَيْهِ أَنْ يَكُوْنَ
خَاشِعًا فِى صَلَاتِهِ يَعْرِفُ مَا يَقُوْلُهُ مِنْ تِلَاوَةٍ وَذِكْرٍ
وَتَسْبِيْحٍ وَتَمْجِيْدٍ وَتَكْبِيْرٍ وَتَحِيَّةٍ وَتَشَهُّدٍ وَغَيْرِ ذلِكَ
وَلَايَكْفِيْ أَنْ تَكُوْنَ شِعَارًا لَهُ فِى عُبُوْدِيَّتِهِ بَلْ تَكُوْنُ
مِعْرَاجًا رُوْحِيًّا مَعَ رَبِّهِ وَهُوَ الْمَعْنَي الْمَطْلُوْبُ وَمِنَ
الْمَعْلُوْمِ أَنَّ لِكُلِّ شِعَارٍ مَعْنًي كَمَا أَنَّ لِكُلِّ صُوْرَةٍ
ضِمْنًا وَلِكُلِّ مُوْسِقَي شِعْرًا وَلِكُلِّ شِعْرٍ ذَوْقًا , وَالْوَاقِعُ
كَمَا تَرَي وَقَدْ قِيْلَ:
فَكَمْ مِنْ مُصَلٍّ
مَالَهُ مِنْ صَلاَتِهِ
سِوَي رُؤْيَةِ الْمِحْرَابِ وَالْخَفْضِ وَالرَّفْعِ
تَرَاهُ عَلَى سُطْحِ الحَصِيْرَةِ قَائِمًا
وَهِمَّتُهُ فِى السُّوْقِ
فِى الْأَخْذِ وَالدَّفْعِ
5)
مَا هُوَ
الطَّرِيْقُ إِلَى الْخُشُوْعِ فِيْهَا؟
1-
اسْتِحْضَارُ
النِّيَّةِ:
بِأَنْ يَسْتَحْضِرَ الْمُصَلِّي نِيَّتَهُ أَوَّلًا لِلتَّقَرُّبِ إِلَى اللهِ
تَعَالَى بِالصَّلَاةِ وَإِخْرَاجِ مَا فِى قَلْبِهِ مِنْ كُلِّ مَا سِوَي اللهِ
كَأَنَّهُ يَدْخُلُ فِى عَالَمِ الشَّهَادَةِ حَتَّي لَا يَكُوْنَ عَلَى قَلْبِهِ
سِوَي مَنْ أَقْبَلَ عَلَيْهِ وَلَا يَلْتَفِتَ لِسِوَاهُ مِنْ أَجْلِ مَا عَرَفَ
مِنْ جَلَالَةِ قَدْرِهِ.
2-
تَكْبِيْرَةُ
الْإِحْرَامِ وَالْإِنْتِقَالِ بِلَفْظِ الْجَلَالَةِ (أللهُ أَكْبَرُ)
فَحِيْنَئِذٍ
يَبْدَأُ الصَّلَاةَ بِتَكْبِيْرَةِ الْإِحْرَامِ لِأَنَّهُ فِى مَوْضِعِ
الْإِحْتِرَامِ وَيَقُوْلُ [أللهُ أَكْبَرُ] مُسْتَصْحِبًا بِهِ فِى
الْإِنْتِقَالَاتِ أَثْنَاءَ صَلَاتِهِ لِيَجْعَلَهُ رَائِدًا يَقُوْدُهُ إِلَى
دَوَامِ الْإِسْتِحْضَارِ حَتَّي لَا يَنْفَتِحَ أَيُّ بَابٍ مِنَ الْغَفْلَةِ
عَنْ جَلَالَةِ قَدْرِهِ مُدَّةَ صَلَاتِهِ الْقَصِيْرَةِ.
3-
قِرَاءَةُ
الْفَاتِحَةِ السَّبْعِ الْمَثَانِي
وَإِذَا
وَقَعَ فِى شُعُوْرِهِ جَلَالَةُ قَدْرِهِ تَعَالَى وَمَهَابَتُهُ أَخَذَ فِى
الثَّنَاءِ عَلَيْهِ بِسُوْرَةِ الْفَاتِحَةِ فَيَقُوْلُ: بِسْمِ اللهِ الرَّحمنِ
الرَّحِيْمِ. الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ إِلَي آخِرِ السُّوْرَةِ بِمَا
فِيْهَا مِنَ السُّؤَالِ ثُمَّ يَقْرَأُ مَا تَيَسَّرَ مِنْ آيٍ أَوْ سُوَرِ
الْقُرْآنِ بَعْدَهَا فِى الرَّكْعَةِ الْأُوْلي وَالثَّانِيَةِ لِيُنَاجِيَ
بِكَلاَمِهِ فَيَفْهَمُ مِنْهُ مَا يُوْجِبُ الْخُضُوْعَ بَيْنَ يَدَيْهِ.
4-
الرُّكُوْعُ
فَيَرْكَعُ
لِزِيَادَةِ التَّعْظِيْمِ وَالْخُضُوْعِ بِشَهَادَتِه مِنْ أَوْصَافِ
التَّحَدُّثِ مَعَهُ تَعَالَى فَيَقُوْلُ مُعَبِّرًا عَنْ تَعْظِيْمِهِ [أللهُ
أَكْبَرُ] مُسْتَشْعِرًا فِى رُكُوْعِهِ خُضُوْعَ النَّفْسِ وَالرُّوْحِ
بَاطِنًا بَيْنَ يَدَيْ كِبْرِيَاءِ اللهِ تَعَالَى وَلِذلِكَ يَقُوْلُ [سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ] لِمَا شَاهَدَهُ مِنْ مَعْنَي
التَّعْظِيْمِ الَّذِي خَضَعَ لَهُ وَبِمَا فِيْهِ مِنَ الْإِقْرَارِ
بِالتَّوَكُّلِ عَلَيْهِ فِى كُلِّ حَالٍ وَالْحَمْدِ لَهُ عَلَى كُلِّ حَالٍ.
5-
اْلإِعْتِدَالُ
وَإِذَا
اسْتَوَي قَائِمًا لِلْإِعْتِدَالِ شَاهَدَ الْمُصَلِّي نِعْمَةَ اللهِ تَعَالَى
فِى ارْتِفَاعِهِ أَعْظَمَ مِنْ نِعْمَتِهِ عَلَيْهِ قَبْلَ الرُّكُوْعِ
فَيَبْتَدِرُ بِالْحَمْدِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ فَيَقُوْلُ [سَمِعَ اللهُ
لِمَنْ حَمِدَهُ. رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا
مُبَارَكًا فِيْهِ] فَيَجِدُ فِى وُقُوْفِهِ وَطُمَأْنِيْنَتِهِ حَلَاوَةَ
مَزِيْدِ النِّعْمَةِ الْمُتَوَافِرَةِ.
6-
السُّجُوْدُ
فَيَخِرُّ
سَاجِدًا شُكْرًا لِمَا أَوْلَاهُ مِنْ نِعَمِهِ الَّتِي لَا تُحْصَي فَيَضَعُ
وَجْهَهُ عَلَى الْأَرْضِ وَنَفَسَهُ وَرُوْحَهُ حَتَّي الثَّرَي ذُلًّا
وَانْكِسَارًا وَلِذلِكَ كَانَ لَيْسَ وَرَاءَ السُّجُوْدِ مُنْتَهًي فىِ
التَّوَاضُعِ وَلَا يَزَالُ مُسْتَصْحِبًا بِالتَّكْبِيْرِ لِمَا شَاهَدَهُ مِنْ
ذُلِّهِ وَانْكِسَارِهِ عِنْدَ السُّجُوْدِ عُلُوَّ قَدْرِ رَبِّهِ فَيَقُوْلُ [سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْأَعْلَي وَبِحَمْدِهِ].
7-
الْقُعُوْدُ
بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ
وَلَمَّا
أَمَرَهُ رَبُّهُ لِلرَّفْعِ مِنَ السُّجُوْدِ قَعَدَ بِالْعَجْزِ بَيْنَ يَدَيْهِ
لِأَنَّهُ لَمْ يُطِقِ الْقِيَامَ عَلَى الْفَوْرِ لِثِقَلِ مَا شَاهَدَ فِى
السُّجُوْدِ مِنَ الْإِجْلَالِ وَالْإِعْظَامِ فِى حَالَةِ أَقْرَبِ مَا يَكُوْنُ
الْعَبْدُ فِيْهَابَيْنَهُ وَبَيْنَ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ وَأَقَرَّ بِالْعَجْزِ
لَهُ عَنِ الْقِيَامِ بِشَيْئٍ مِنْ حَقِّ قَدْرِهِ سَائِلًا الْمَوْلَي
الْكَرِيْمَ لِضُعْفِهِ قَضَاءَ حَوَائِجِهِ فَيَقُوْلُ [رَبِّ اغْفِرْ لِيْ
وَارْحَمْنِيْ وَارْفَعْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَافِنِيْ]
8-
الْعَوْدَةُ
إِلَي السُّجُوْدِ
فَعَادَ إِلَى
التَّوَاضُعِ الَّذِي هُوَ السُّجُوْدُ الثَّانِي فَإِنَّهُ كُلَّمَا زَادَ تَجَلِّي
الصِّفَاتِ اْلإِلهِيَّةِ لِلْعَبْدِ زَادَ التَّوَاضُعُ كَمَا أَنَّهُ كُلَّمَا زَادَ
اللهُ تَعَالَى فِى اْلإِكْرَامِ زَادَ الْعَبْدُ فِى الشُّكْرِ وَالثَّنَاءِ.
9-
الْقِيَامُ
إِلَى الرَّكْعَةِ الْأُخْرَي
وَفِي مَعْنَي
الْقِيَامِ إِلَى الرَّكْعَةِ الْأُخْرَي دَعْوَةُ رَبِّهِ إِلَى الْإِقْتِرَابِ
مِنْهُ فَيَجْرِيْ لَهُ مَا جَرَي فِى اْلأُوْلَي لكِنْ بِحُكْمِ الزِّيَادَةِ
لِأَنَّ الصَّلَاةَ إِنَّمَا هِيَ فِى الْحَقِيْقَةِ رَكْعَةٌ وَاحِدَةٌ فَبِهَا
تَمَّتْ مَعَانِي الصَّلَاةِ وَمَا زَادَ عَلَى الرَّكْعَةِ تَكْرِيْرٌ فَلَا
يَزَالُ ذلِكَ دَأْبَهُ مَعَ مَوْلَاهُ يَتَرَقَّي فِى مَعِيَّتِهِ إِلَى آخِرِ
صَلَاتِهِ لِنَيْلِ الْفَلَاحِ مِنْ عِنْدِهِ حَيْثُ يَقُوْلُ: (قَدْ أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَاشِعُوْنَ) المؤمنون:1-2.
10-
التَّشَهُّدُ
وَالْخُرُوْجُ مِنَ الصَّلَاةِ بِالتَّسْلِيْمِ
فَعِنْدَ
ذلِكَ يَقْعُدُ فِى آخِرِ صَلَاتِهِ فَيَأْخُذُ فِى التَّشَهُّدِ وَالشَّهَادَةِ
للهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ فَيُفْرِدُ كُلَّ هذِهِ الصِّفَاتِ مِنَ التَّحِيَّاتِ
وَالْمُبَارَكَاتِ وَالصَّلَوَاتِ وَالطَّيِّبَاتِ لَهُ تَعَالَي ثُمَّ يُصَلِّي
وَيُسَلِّمُ عَلَى الْوَاسِطَةِ الْعُظْمَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ لَوْلَا الْوَاسِطَةُ لَذَهَبَ كَمَا قِيْلَ
الْمَوْسُوْطُ وَيُقِرُّ بِكُلِّ مَا جَاءَ بِهِ مِنْ عِنْدِ اللهِ تَعَالَى.
فَإِذَا فَرَغَ مِنَ الْإِقْرَارِ وَالشَّهَادَةِ بِكُلِّ مَا جَاءَ بِهِ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالدُّعَاءِ وَالسُّؤَالِ فَعِنْدَ ذلِكَ
تَمَّتْ لَهُ النِّعَمُ بِتَمَامِ الصَّلَاةِ وَكَمَالِهَا وَوَجَبَ التَّحَلُّلُ
مِنْهَا فَأُمِرَ بِالْخُرُوْجِ مِنْ عَالَمِ الشَّهَادَةِ إِلَى عَالَمِ الْحِسِّ
لِأَنَّهُ كَانَ يُنَاجِي الْحَضْرَةَ الْعَلِيَّةَ خَارِجًا عَنْ عَالَمِ
الْحِسِّ وَقَدْ قِيْلَ: الصَّلَاةُ مِعْرَاجُ الْمُؤْمِنِ.
فَإِذَا
قَدِمَ عَلَى هذَا الْعَالـَمِ وَشَاهَدَ مَنْ حَوْلَهُ مِنَ الْأَمْلَاكِ
وَالْإِنْسِ قال: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ يَمِيْنًا
وَشِمَالًا وَحَلَّ لَهُ مَا حَرُمَ عَلَيْهِ قَبْلَ ذلِكَ كَمَا قَالَ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (تَحْرِيْمُ الصَّلَاةِ التَّكْبِيْرُ
وَتَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ) أَخْرَجَهُ الطَّبرَانِي فِى الْكَبِيْرِ.
11-
اْلإِسْتِغْفَارُ
بَعْدَ الصَّلَاةِ
ثُمَّ
يَسْتَغْفِرُ بَعْدَ الصَّلَاةِ ثَلَاثًا إِشَارَةً إِلَى رُؤْيَةِ تَقْصِيْرِهِ
عَنِ اْلأَدَاءِ بِمَا يَجِبُ للهِ تَعَالَى مِنْ كَمَالِ الصَّلَاةِ.
12-
الْإِكْثَارُ
بِالنَّوَافِلِ جَبْرًا لِلْخَلَلِ الْوَاقِعِ فىِ الْفَرَائِضِ
وَيُكْثِرُ
الْمُصَلِّي مِنَ التَّنَفُّلِ فَلَعَلَّهُ يَجْبُرُ ذلِكَ النَّقْصَ كَمَا
أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَأَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَةَ عَنْ تَمِيْمٍ الدَّارِي
وَفِيْهِ:
(أَوَّلُ
مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلَاتُهُ فَإِنْ كَانَ
أَتَمَّهَا كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَتَمَّهَا قَالَ اللهُ
لِمَلَائِكَتِهِ: "انْظُرُوْا هَلْ لِعَبْدِيْ مِنْ تَطَوُّعٍ فَتُكْمِلُوْنَ
بِهِ فَرِيْضَتَهُ؟" ثُمَّ الزَّكَاةُ كَذلِكَ ثُمَّ سَائِرُ الْأَعْمَالِ)
(انظر الفتح المبين ص 39).
=والله يتولي الجميع برعايته=